Ide bisnis dari pengalaman semasa praktek kerja lapangan (PKL), bisa menjadi pilihan kamu. Ambil contoh kisah sukses pemuda bernama Wildan Mathlubi. Alkisah semuanya dimulai dari kerja praktik di pabrik fillet ikan. Nah, disana dia menemukan fakta bahwa banyak limbah berceceran. Utamanya limbah kulit ikan yang sebenarnya masih bisa diolah. Ide bisnis menggunakan bahan baku kulit ikan muncul.
Berawal keinginan mengolah kembali limbah kulit ikan. Pengusaha muda 25
tahun ini mulai mengerjakan apa yang dipercayainya. Sejak saat itu,
semenjak bekerja lapangan di pabrik fillet ikan Jakarta pada 2005, putra
pasangan H. Tatang Sudrajad dan Sri Halawiyah ini, cukup memanfaatkan
kulit ikan terbuang yang mencapai puluhan kilogram.
"Dari yang saya tau, kulit ikan itu mengandung banya protein," jelasnya.
Maka terbersitlah ide tersebut ketika dia bekerja disana.
Dimulai ketika dirinya masih sebagai mahasiswa jurusan perikanan IPB. Ia memulai dari level paling bawah. Dimana modal awalnya cuma Rp.200.000 saja. Uang tersebut dibelikan bahan baku kulit ikan patin dan juga ikan kakap dari Muara Angke sebanyak 10 kilogram. Cuma bermodal peralatan sederhana kemudian dia dan satu orang karyawan sukses. Jadilah olahan kerupuk kulit ikan kaya protein tersebut.
Sasaran utama produk olahanya adalah masyarakat menengah ke bawah. Kerupuk tersebut lantas diberinya nama Willy. Dimana, ia jual seharga Rp.500/bungkus kecil dan Rp.4.500/ons, untuk kemudian dipasarkan ke restoran dan warung- warung makan. Berkat tempat tinggal yang dekat pasar, yakni Kelurahan Pasir Kuda RT 03 RW 04 Kecamatan, mudahlah Wildan menjual produk unggulannya. Responnya menjadi begitu sangat masif.
CV Usaha Muda miliknya kemudian menjadi Alfa Dinar. Usaha bermodal Rp.200 ribu itu terus mengalirkan keuntungan. Dia menuturkan usahanya mampu memproduksi 4 kuintal kulit ikan patin/bulan, 4 kuintal kulit ikan kakap/bulan, dan 1 kuintal daging ikan/bulan. Soal omzetnya mencapai melejit sampai Rp.20 juta per- bulan. Ia tidak hanya di Bogor, tetapi meluas sampai Jakarta, Bandung, Bekasi, Tangerang, Purwakarta, dan Surabaya.
"Saya memiliki agen di daerah-daerah agar mempermudah proses pengiriman barang," papar Wildan, yang kini dibantu 8 orang karyawan.
Memiliki usaha maju membuat pengusaha muda ini semakin agresif. Bahkan Wildan terus berkreasi lewat apa yang dikerjakannya. Ia semakin serius mengerjakan kerupuk kulit ikan pating. Kemudian menjalar ke aneka ikan lain. Usaha ini membantu banyak orang loh, mereka para tetangga yang ikut membantu bekerja keras. Selama dua tahun berjalan usahanya tumbuh tanpa terkendala apapun.
Memiliki latar belakang Fakultas Perikanan menjadikan itu modal. Pemuda 25 tahun ini mempunyai beragam inovasi. Melalui proses sebulan percobaan, Wildan melahirkan cemilan baru di Juli 2007. Camilan keripik ikan teri kelapan dan dendeng ikan. Produk kerja samanya dengan nelayan asal Tuban, Jawa Timur dan Cirebon, Jawa Barat. Ikan memang begitu melimpah di kedua daerah tersebut dan dipandangnya sebagai prospek.
"Bahan bakunya cukup banyak sehingga memudahkan untuk suplai bahan baku," ujarnya.
Prospek yang cerah didukung oleh respon masyarakat. Ia kemudian membuat kerupuk berbahan dasar ikan tongkol yang dijualnya seharga Rp.50.000/kg. Tak disangka permintaan dari luar semakin deras mengalir ke perusahaanya. Jadilah Wildan harus mencari lebih banyak tenaga kerja. Ia mengisaratkan tidak ada syarat khusus bagi mitranya.
"... asalkan mau bekerja keras bersama- sama, punya kejujuran dan kamauan keras," pungkasnya.
Untung bersih rata- rata dikantungi 30% dari omzet penjualan. Alfa Dinar miliknya semakin bersinar berubah menjadi perusahaan besar. Metamorfosis tersebut dibuktikan di tahun 2008. Dimana Wildan mulai bekerja sama dengan perusahaan terkumka di kawasan Muara Baru Jakarta Utara. Bentuk kerja sama berupa siap menjadi agen memasarkan produk olahan ikan.
Dia membidik segmen mahasiswa dan pelajar. Produk olahan ikan berupa bakso, otak- otak, dan juga kaki naga. Melalui kerjasama tersebut, ia mulai belajar membuat aneka bakso ikan sendiri. "Tujuan kami dapat menambah lapangan pekerjaan bagi masyarakat," tambah Wildan. Berkat kerja kerasnya tersebut nilai aset perusahaan naik. Faktor inilah yang membuat Wildan bahkan berani merambah diluar bidangnya.
"Dalam waktu dekat saya juga berencana menciptakan berbagai aksesoris dari kulit ikan," urai Wildan.
Meski tergolong anak baru gede di bidang industri ikan. Wildan terbilang percaya diri akan kemampuannya. Ia bahkan telah merambah sektor diluar makanan. Dia menyulap aneka kulit ikan menjadi aneka aksesoris. Inspirasi datang ketika mendapati satu fenomena. Fenomena kulit yang terlalu tebal buat dibikin kerupuk ataupun keripik. "ada juga yang tidak dijadikan keripik karena terlalu tebal dan hasilnya keras," jelas Wildan.
Wildan memperoleh sekitar 25- 30 kilogram ikan patin dan kakap. Sayangnya, tidak semuanya bisa diolah menjadi keripik ikan. Dari sana juga tidak bisa dijadikan kerupuk ikan. Alhasil perusahaanya menghasilkan limbah menumpuk. Untuk itulah dibawanya contoh kulit tersebut ke Departemen Kelautan Perikanan (DKP). Hasilnya, mereka DKP pun setuju akan konsep diberikan Wildan tentang aksesoris.
Bahan baku setengah jadi tersebut kemudian dipilah. Karyawan Wildan mulai sibuk memilah kulit yang layak dijadikan bahan aksesoris. Untuk tahap awalnya kulit dibawa dahulu ke laboratorium DKP. Diman disanalah dilakukan standarisasi pewarnaan dan pengawetan. Ini dipastikan terpisah karena menggunakan bahan kimia pengawet; Wildan tidak sembarangan.
"Setelah berubah ke bahan setengah jadi kemudian dikembalikan ke kami untuk diolah," terangnya.
Juara ketiga ajang The Real Business Plan Training Series IPB 2004 ini, menyebut bahwa dirinya optimis akan usaha barunya tersebut. Wildan masih percaya bahwa aksesoris kulit ikan akan diterima masyarakat. Dia bahka berencana besar membuat aneka alas kaki berbahan kulit ikan. Adapula aneka aksesoris seperti dompet dan aneka gantungan kunci. Cuma kata semangat yang terus dikobarkan Wildan Mathlubi sampai sekarang.
Dimulai ketika dirinya masih sebagai mahasiswa jurusan perikanan IPB. Ia memulai dari level paling bawah. Dimana modal awalnya cuma Rp.200.000 saja. Uang tersebut dibelikan bahan baku kulit ikan patin dan juga ikan kakap dari Muara Angke sebanyak 10 kilogram. Cuma bermodal peralatan sederhana kemudian dia dan satu orang karyawan sukses. Jadilah olahan kerupuk kulit ikan kaya protein tersebut.
Sasaran utama produk olahanya adalah masyarakat menengah ke bawah. Kerupuk tersebut lantas diberinya nama Willy. Dimana, ia jual seharga Rp.500/bungkus kecil dan Rp.4.500/ons, untuk kemudian dipasarkan ke restoran dan warung- warung makan. Berkat tempat tinggal yang dekat pasar, yakni Kelurahan Pasir Kuda RT 03 RW 04 Kecamatan, mudahlah Wildan menjual produk unggulannya. Responnya menjadi begitu sangat masif.
CV Usaha Muda miliknya kemudian menjadi Alfa Dinar. Usaha bermodal Rp.200 ribu itu terus mengalirkan keuntungan. Dia menuturkan usahanya mampu memproduksi 4 kuintal kulit ikan patin/bulan, 4 kuintal kulit ikan kakap/bulan, dan 1 kuintal daging ikan/bulan. Soal omzetnya mencapai melejit sampai Rp.20 juta per- bulan. Ia tidak hanya di Bogor, tetapi meluas sampai Jakarta, Bandung, Bekasi, Tangerang, Purwakarta, dan Surabaya.
"Saya memiliki agen di daerah-daerah agar mempermudah proses pengiriman barang," papar Wildan, yang kini dibantu 8 orang karyawan.
Memotifasi diri
Memiliki usaha maju membuat pengusaha muda ini semakin agresif. Bahkan Wildan terus berkreasi lewat apa yang dikerjakannya. Ia semakin serius mengerjakan kerupuk kulit ikan pating. Kemudian menjalar ke aneka ikan lain. Usaha ini membantu banyak orang loh, mereka para tetangga yang ikut membantu bekerja keras. Selama dua tahun berjalan usahanya tumbuh tanpa terkendala apapun.
Memiliki latar belakang Fakultas Perikanan menjadikan itu modal. Pemuda 25 tahun ini mempunyai beragam inovasi. Melalui proses sebulan percobaan, Wildan melahirkan cemilan baru di Juli 2007. Camilan keripik ikan teri kelapan dan dendeng ikan. Produk kerja samanya dengan nelayan asal Tuban, Jawa Timur dan Cirebon, Jawa Barat. Ikan memang begitu melimpah di kedua daerah tersebut dan dipandangnya sebagai prospek.
"Bahan bakunya cukup banyak sehingga memudahkan untuk suplai bahan baku," ujarnya.
Prospek yang cerah didukung oleh respon masyarakat. Ia kemudian membuat kerupuk berbahan dasar ikan tongkol yang dijualnya seharga Rp.50.000/kg. Tak disangka permintaan dari luar semakin deras mengalir ke perusahaanya. Jadilah Wildan harus mencari lebih banyak tenaga kerja. Ia mengisaratkan tidak ada syarat khusus bagi mitranya.
"... asalkan mau bekerja keras bersama- sama, punya kejujuran dan kamauan keras," pungkasnya.
Untung bersih rata- rata dikantungi 30% dari omzet penjualan. Alfa Dinar miliknya semakin bersinar berubah menjadi perusahaan besar. Metamorfosis tersebut dibuktikan di tahun 2008. Dimana Wildan mulai bekerja sama dengan perusahaan terkumka di kawasan Muara Baru Jakarta Utara. Bentuk kerja sama berupa siap menjadi agen memasarkan produk olahan ikan.
Dia membidik segmen mahasiswa dan pelajar. Produk olahan ikan berupa bakso, otak- otak, dan juga kaki naga. Melalui kerjasama tersebut, ia mulai belajar membuat aneka bakso ikan sendiri. "Tujuan kami dapat menambah lapangan pekerjaan bagi masyarakat," tambah Wildan. Berkat kerja kerasnya tersebut nilai aset perusahaan naik. Faktor inilah yang membuat Wildan bahkan berani merambah diluar bidangnya.
"Dalam waktu dekat saya juga berencana menciptakan berbagai aksesoris dari kulit ikan," urai Wildan.
Meski tergolong anak baru gede di bidang industri ikan. Wildan terbilang percaya diri akan kemampuannya. Ia bahkan telah merambah sektor diluar makanan. Dia menyulap aneka kulit ikan menjadi aneka aksesoris. Inspirasi datang ketika mendapati satu fenomena. Fenomena kulit yang terlalu tebal buat dibikin kerupuk ataupun keripik. "ada juga yang tidak dijadikan keripik karena terlalu tebal dan hasilnya keras," jelas Wildan.
Wildan memperoleh sekitar 25- 30 kilogram ikan patin dan kakap. Sayangnya, tidak semuanya bisa diolah menjadi keripik ikan. Dari sana juga tidak bisa dijadikan kerupuk ikan. Alhasil perusahaanya menghasilkan limbah menumpuk. Untuk itulah dibawanya contoh kulit tersebut ke Departemen Kelautan Perikanan (DKP). Hasilnya, mereka DKP pun setuju akan konsep diberikan Wildan tentang aksesoris.
Bahan baku setengah jadi tersebut kemudian dipilah. Karyawan Wildan mulai sibuk memilah kulit yang layak dijadikan bahan aksesoris. Untuk tahap awalnya kulit dibawa dahulu ke laboratorium DKP. Diman disanalah dilakukan standarisasi pewarnaan dan pengawetan. Ini dipastikan terpisah karena menggunakan bahan kimia pengawet; Wildan tidak sembarangan.
"Setelah berubah ke bahan setengah jadi kemudian dikembalikan ke kami untuk diolah," terangnya.
Juara ketiga ajang The Real Business Plan Training Series IPB 2004 ini, menyebut bahwa dirinya optimis akan usaha barunya tersebut. Wildan masih percaya bahwa aksesoris kulit ikan akan diterima masyarakat. Dia bahka berencana besar membuat aneka alas kaki berbahan kulit ikan. Adapula aneka aksesoris seperti dompet dan aneka gantungan kunci. Cuma kata semangat yang terus dikobarkan Wildan Mathlubi sampai sekarang.
Post Comment