Rakhma Sinseria |
Indonesia dikenal sebagai
produsen kopi dunia, berbagai macam pilihan kopi ada semua di Indonesia
termasuk kopi luwak yang terkenal sangat nikmat sekaligus mahal adalah kopi
asli Indonesia. Namun sayang untuk urusan pemasaran, Indonesia malah berada di
urutan belakang. Lihat saja di sekitar kita banyak sekali gerai kopi luar
negeri di Indonesia, aneka macam mereknya ada disini seperti Starbuck sedangkan
yang asli dari Indonesia hampir tidak ada.
Hal inilah yang menjadi
perhatian serius dari Rakhma Sinseria atau akrab dipanggil Ria. Ia ingin kopi Indonesialah yang berkibar
di negeri sendiri, ia ingin mengangkat kelezatan kopi dalam negeri. Itulah
visinya, mimpinya, nasionalisme-nya dan cita-citanya. Itulah yang menjadikan dasar dia akhirnya
membuka Coffee Toffee, kedai kopi yang menjadi pusat ngumpul anak gaul hingga
dewasa, dari pelajar, mahasiswa, kantoran hingga keluarga. Kedai kopi yang mengangkat kelezatan kopi Indonesia.
Mendirikan Coffee Toffee
Semenjak dicanangkannya
citanya untuk membuka Coffe Toffee, ia selalu bersemangat, ia sangat ooptimis
gerai kopinya bakal sukses luar biasa. Awal buka ditahun pertama ia langsung
mendirikan 10 gerai. Pemenang lomba Wanita Wirausaha Femina ini kemudian sangat
bersemangat untuk memperkenalkan Coffee Toffee.
Rasa percaya diri Ria
(nama panggilannya) tak berlangsung
lama, ditahun kedua kedai kopinya satu persatu tumbang. Ia bahkan tidak bisa
menggaji pegawainya selama 3 bulan. Itulah bisnis tak ada yang pasti. Sepuluh garai
yang digadang-gadangnya bakalan sukses luar biasa akhirnya tutup bahkan sebelum menginjak tahun kedua. Sakit hatinya
menyaksikan ini. Ia bahkan belum sempat menikmati labanya sepeser pun, yang ada
malah modalnya yang mencapai ratusan
juta hilang tak berbentuk lagi.
Gerai Coffee Toffee |
Namun rasa
sakitnya
karena kejatuhan bisnisnya ini tak memadamkan mimpinya akan kopi
Indonesia,cintanya dan citanya untuk mengangkat kopi Indonesia di negeri
sendiri minimal terlalu tinggi hanya untuk menyerah pada kegagalan. Ria
berbenah,
ia mengevaluasi kenapa bisnisnya bisa jatuh. Ria sadar mungkin dirinya
terlalu
optimis sehingga mengesampingkan ilmu-ilmu bisnis itu sendiri.
Konsep
bisnisnya belum lah matang, Coffee Toffee juga kurang pas dalam membidik
pasar. Belakangan ia sadar bahwa gerainya sebenarnya belum memiliki
identitas yang pas, untuk kalangan remaja atau pebisnis. Interiornya
juga tidak
digarap dengan pas seperti ukiran di cangkirnya juga kurang sesuai.
“Ibarat
ABG, waktu itu kami seperti sedang mencari jati diri,” begitu
menurutnya.
Berbenah
Ria juga kurang dalam perhitungan
akuntansi, apakah bisnisnya sehat atau tidak dalam arti bisnis dikatakan sehat
jika cashflow nya lancar karena cashflow itu ibarat darah dalam tubuh manusia. “Ini saat-saat yang cukup menguras energi dan emosi.
Tapi, saya berusaha tetap tenang dan berpikir positif, karena yakin bahwa
kejatuhan ini adalah proses menuju kesuksesan. Saya menikmati setiap prosesnya.”
Rakhma Sinseria kemudian
melengkapi team bisnisnya dengan orang-orang yang ahli dibidangnya. Ada divisi
marketing, ada divisi humas, dan juga divisi keuangan. Ria juga tidak fokus
dalam menekuni bisnisnya karena ia membagi waktunya dengan bekerja. “Ternyata
ilmu matematika setengah ditambah setengah sama dengan satu tidak berlaku di
dunia bisnis.” Ia kemudian harus memilih bekerja atau berbisnis, dannnn Ria
memilih berbisnis.
Butuh waktu lama untuk merangkak
mulai dari awal dalam membangun Coffee Toffee karena ia tidak memiliki second
plan. (Seharusnya pebisnis selalu menyediakan second plan dalam bisnisnya
termasuk dana cadangan untuk “njagani” jika bisnis tidak berjalan sesuai
rencana”.
Ria tetap optimis dengan
idealismenya, baginya tak ada yang salah dengan kopi Indonesia.
Ria mengevaluasi
segala planningnya, ia menerima segala masukan termasuk logonya yang kurang
bagus serta menambahkan menu makanan di gerainya.
Kini usahanya
tak sia-sia, kita dapat melihat gerai Coffe Toffe terdapat hampir di
seluruh mall kota besar di Indonesia terutama pulau Jawa, Sumatra dan
Bali. Gerainya selalu ramai dengan anak muda yang ingin nongkrong dan
gaul.
Ok Mbak Ria tetap optimis
ya. Saluttt sama nasionalismenya tentang kopi Indonesia.