Profil Pengusaha Sutarmanto


 
Cinta produk kulit membawanya kembali. Meski sempat berbisnis donat, nyatanya, Sutarmato lebih asik menggarap bisnis fashion. Utamanya fashion kulit yang sudah dikerjakannya semenjak muda. Dia dulu pernah bekerja menjadi manajer PPIC sebuah perusahaan kulit asing. Mereka mensuplai aneka produk kulit dunia seperti Pierre Cardin, Tommy Hilfiger, Burton, Harley Davidson, dll.
Sayangnya, ketika krisis ekonomi menerpa membuat perusahaan tutup, begitu pula nasib pekerjaannya yang ia banggakan. Tutuplah tumpuan hidup seorang Sutarmato. Bekerja menjadi pegawai puluhan tahun begitu saja hilang. Ia terpaksa menghidupi diri lewat berjualan donat. Selain itu masih bekerja sana- sini tetapi tidak kunjung memiliki pendapatan tetap.
Perusahaan memilih merelokasikan pusatnya ke China.
"Setelah berhenti bekerja, saya sempat jualan donat yang saat itu lagi booming," pungkasnya.
Dia mulai berjualan ke sekolah- sekolah. Namun 2- 3 tahun kemudian mulai turun pendapatan. Apalagi kalau bukan terlalu banyak orang berbisnis sama. Masuk pertengah 2000 nasib baik datang kepadanya. Lewat apa yang pernah dulu dikerjakannya. Modal awal Rp.24 juta diambil dari dana pensiun. Modal lainnya, ya, pengalaman bekerja dibidang yang sama.

Sutarmato membuka usaha kulit sendiri. Produksi awalnya adalah aneka jaket kulit dan celana kulit. Respon positif didapatnya. Dia mulai menghubungi mantan rekan kerjanya di perusahaan dulu. "Saya menghubungi teman- teman yang dulu sama- sama kerja di pabrik itu dan sedang menganggur," tuturnya.

Mereka sepakat membuat kembali produk kulit standar ekspor. Mereka adalah para pemili keahlian khusus dari tukang potong, tukang pola, tukang jahit, dan lain- lain. Sukses kemudian dipajang lah aneka produk kulit itu di depan ruko kecil ukuran 2x5 meter. Tempat itulah awal mula berdatangan pesanan aneka produk kulit milik Sutarmato.

Sukses besar


Andalan utama selain kualitas adalah marketing nama Kulit Kalong. Usaha yang terdengar ngejreng kalau kita sandangkan produk sejenis. Pengusaha lokal ini mengaku jaket kulitnya bukan dari kulit kalong loh. Dia mengambil nama tersebut juga bukan tanpa sebat. Sutarmato beralasan ketika memulai bisnis baru ini, para penjahit harus bekerja keras di malam hari. Mirip binatang kalong yang aktif bekerja ketika malam tiba.

Mereka para kalong bekerja keras tetapi menghasilkan. Hasilnya jaket dan celana kulit kualitas ekspor. Ia juga berani berekspansi lewat aneka produk lain. Semua berdasarkan permintaan pelanggan dari dompet, sepatu, tas, ikat pinggang, sarung tangan, bahkan topi kulit. Harga dipatok berfariasi sesuai jenis produk yang dibeli. Untuk bahan baku sendiri terbuat dari kulit kambing asli, sapi ataupun kulit domba.

Kulit- kulit tersebut disamaknya ke pabrik besar agar terstandar. Dia juga punya suplier kulit dari Bandung, Jawa Barat. Selain lokal, usaha Kulit Kalong juga mengimpor kecil- kecilan ke Korea Selatan dan Italia. Ia bisa menjual rata- rata 200 item per- outlet. Kalau bicara produk paling dicari, yah apalagi, kalau bukan aneka model jaket kulit. Pelanggan datang dari Bogor, Jakarta, beberapa dari Sumatra dan Kalimantan.

"Biasanya mereka datang langsung," paparnya. Harga jual jaket kulit mulai Rp.650 ribu- Rp.3 juta, kemudian ada sepatu kulit harganya Rp.400- Rp.500 ribu, dompet kulit harga Rp.200 ribu- Rp.500 ribu, topi seharga Rp.100 ribu- Rp.250 ribu, ikat pinggang mulai Rp.350 ribu- Rp.600 ribu, tas wanita Rp.700 ribu- Rp.4 juta, dan tas pria Rp.1,5 juta- Rp.3 juta.

Dia juga memanfaatkan internet berjualan secara online. Pembeli pun bisa berkunjung langsung ke tempat dia berjualan. Untuk target pasaran bervariasi menyesuaikan. Kalau remaja menurutnya lebih suka model yang lebih fashionable. Untuk kalangan pekerja memilih yang terproteksi berkendara, dan kelompok pekerja di kantoran lebih ke semi- jas. Soal kualitas dirinya siap diadu dengan produk sejenis; dibuktikan harga relatif mahal.

Tetapi bukan itupula lah patokannya tetapi nama. Brand Jaket Kulit Kalong sudah tersohor memiliki kualitas lebih baik. Dengan proses pemasakan yang sempurna. Kulit dibuat berdasarkan standar impor bukan cuma lah mengejar pasar lokal. Meski bahannya sama tetapi cara memasaknya sudah bagus.

"Kalau yang murah biasanya dipakai sebulan saja sudah kusut atau menyusut dan bau. Kalau produk kami jaminan tidak bau, tidak luntur, tidak mudah menyusut," ungkap Sutarmoto.

Kendala? Tidak ada, dia merasa mudah saja soal menjalankan bisnis jaket kulit ini, cuma saja tenaga kerja susah didapat. Bayangkan ketika bahan baku mencukupi tetapi penjahit handal jarang. Dia sendiri punya 3 outlet berlokasi di Bogor, Jawa Barat, dibantu 15 orang karyawan. Sutarmoto sendiri optimis akan kemajuan usaha miliknya. Pasalnya pertumbuhan sepeda motor terus meningkat.

"...orang makin tau kalau pakai jaket kulit asli lebih awet bisa sampai 20 tahun," ujarnya. Dia menambahkan lagi,"kalau sintetis paling 1 tahun."

Ia berharap usaha 13 tahun ini bisa terus berkembang. Sutarmoto berharap jaket kulitnya semakin disukai oleh masyarakat. Soal ekspor masih pada tahapan menjual lewat orang ke ketiga. "Sementara fokus pasar lokal saja," tutupnya.

Website: www.kulitbogor.com